Sakura Leaf

Posted by Saito_Fukuda
Tak pernah aku membayangkan bahwa aku akan berdiri di atas sini. Di sini, di depan ratusan orang, bersama dengan teman-temanku. Semuanya sudah kita lalui, masalah demi masalah, rintangan demi rintangan. Akhirnya kita semua bisa bersama-sama berdiri di sini. Namun, rasanya masih bisa kuingat bagaimana semua ini berawal…
---
Semuanya berawal dari SMS-nya sebulan yang lalu. Saat itu kita semua sudah selesai memikirkan masalah UN yang menghantui kita selama kurang lebih satu tahun. Setiap hari terasa tenang tanpa sedikitpun beban. Di malam hari yang tenang itulah dia memilih untuk mengusikku dengan deringan SMS dari telepon genggam hitam milikku.
“Eh Sou-kun, mau bikin band buat tampil di acara kelulusan gak?”
Begitulah isi pesan singkat yang ia kirimkan padaku. Memang sekolahku akan mengadakan audisi band untuk pentas di acara kelulusan nanti. Tapi, yang tidak kumengerti adalah kenapa ia mengajakku untuk membuat band. Karena seingatku, aku tidak bisa bermain alat musik seperti gitar, apalagi piano. Lantas aku membalas SMS-nya,
“Serius mau nih Rin? Sama siapa aja?” jawabku.
Tak sampai semenit kutinggal handphone-ku, ia sudah menjawab lagi.
“Tenang, nanti biar kupikirkan. Pasti seru kok! Kita bahas lagi besok di sekolah ya!” balasnya.
Sepertinya Rin memang selalu seperti itu. Kadang-kadang ia terlalu polos untuk menyadari suatu masalah di balik rencananya sendiri. Yah tapi apa boleh buat, selama ini aku memang punya impian untuk tampil dalam sebuah band dengan teman-temanku, walaupun selama ini aku terlalu malu untuk mengatakannya. Mungkin saja ini adalah suatu kesempatan yang diberikan oleh Tuhan kepadaku, melalui kepolosan Rin. Akhirnya kuputuskan untuk mengikuti kepolosannya dan menunggu esok hari datang.
---
“Bagaimana? Kau ingin ikut?” kata Rin segera setelah ia menghampiri mejaku.
“Baiklah, aku ikut”, jawabku setuju. “Tapi siapa lagi yang akan kau ajak?” tanyaku.
“Bagaimana kalau Haru? Dia kan jago piano”, jawabnya antusias. “Kita juga bisa mengajak Hiro. Dia bisa diandalkan kalau soal gitar atau drum,” tambahnya.
“Boleh juga. Kalau kamu main apa?” tanyaku.
“Aku bisa bermain gitar sedikit sih,” jawabnya dengan sedikit tawa kecil. “Kau sendiri? Bagaimana jika kau jadi vokalisnya saja?”
Seketika itu aku shock. Sebenarnya aku selalu ingin menjadi penyanyi di sebuah band. Bernyanyi di atas panggung. Meng-cover lagu-lagu anime bersama teman-temanku. Namun, sayangnya aku memiliki rasa malu yang sedikit di atas rata-rata. Hanya dengan membayangkan aku menjadi pusat perhatian di atas panggung, aku sudah mulai merasakan demam panggung.
 “A...a...aku,” kataku terbata-bata. Aku bahkan tak bisa berkata-kata saat memikirkan hal tersebut.
“Ayolah, kau pasti bisa,” bujuk Rin. “Lagipula suaramu cukup bagus kok.”
“Ta…ta…tapi…” kataku mencoba untuk menyangkal. Namun sepertinya usahaku sia-sia.
“Baiklah, kalau begitu aku akan bicara ke Hiro dan Haru,” lanjutnya tanpa menghiraukan perkataanku.
Tipikal Rin. Kalau ia sudah bersemangat, hampir tak ada seorang pun yang bisa menghentikannya. Sepertinya yang bisa kulakukan hanyalah mengikutinya dan mencoba untuk mengatasi rasa malu yang berlebihan ini.
---
“Jadi, nanti kita akan memainkan lagu apa?” tanya Rin. Disebelahnya sudah ada Hiro dan Haru yang siap memberikan ide. Aku memutuskan untuk duduk diam di sebelah Hiro dan mendengarkan diskusi mereka.
“Bagaimana kalo lagu Alones-nya Aqua Timez?” kata Haru. “Lagunya nggak terlalu susah buat pemula seperti kita.”
“Jangan, bagian rap-nya agak sulit,” kata Hiro. “Bagaimana kalau lagu Don’t Stop Believin’ yang versi Glee. Lagu itu kan lebih...”
Akhirnya aku memilih untuk membiarkan mereka bertiga berdiskusi tanpaku. Lagipula aku juga tidak akan terlalu membantu mereka. Aku mempasrahkan keputusan lagu yang akan dimainkan nanti kepada mereka. Setidaknya aku tidak akan merepotkan mereka kalau nanti…
“Gimana kalau kita biarkan Sousuke memilih lagu yang akan kita mainkan?” Kata Rin. Perkataannya membuyarkan lamunanku. “Dia kan vokalisnya,” lanjutnya.
“Boleh boleh,” kata Haru setuju.
“Ti…tidak usah. Kalian saja yang pilih,” aku berusaha menghindar.
“Gak apa-apa kok,” Rin berusaha untuk meyakinkanku. “Masa’ kamu punya lagu yang ingin kau nyanyikan.”
“A…ada sih,” jawabku ragu-ragu.
“Lagu apa itu?” tanya Rin penasaran.
“Let It Out, Miho Fukuhara,” jawabku.
“Oh! Itu lagu ending anime Fullmetal Alchemist kan?” kata Haru. “Aku setuju!”
“Aku juga,” timpal Rin. “Bagaimana denganmu Hiro?”
“Hmm… boleh deh,” jawab Hiro. “ Eh, ada yang punya chord-nya gak?”
“Aku punya,” jawabku sambil membongkar isi tas. “Ah! Ini dia.”
Aku menyodorkan secarik kertas bertuliskan chord lagu, lengkap dengan liriknya. Mereka pun langsung mengambil kertas itu dari tanganku.
“Ternyata kau sudah siap-siap untuk tampil ya Sou-kun,” kata Haru.
“Tidak kok,” aku menyangkal. “Aku hanya kebetulan punya.”
“Ya sudah. Kita sudah sepakat kan?” kata Hiro. “Nanti di pentas kelulusan kita akan menampilkan lagu Let It Out. Ada yang keberatan?”
Yang lain pun diam, tanda mereka telah setuju.
“Tidak ada?” tanya Hiro. “Baiklah, nanti kita bahas lagi ya!”
“OK” jawab kita bersamaan
            Bel sekolah berbunyi, tepat setelah kita menyelesaikan rapat kecil kita. Sekarang band kecil ini mulai terbentuk, namun kami masih belum bisa membayangkan masalah yang akan terjadi nanti. Tapi, mungkin memang lebih baik bagi kita untuk mengetahuinya sekarang.
---
“Baiklah, tadi sudah lumayan bagus”.
Hiro berkata demikian, mengisyaratkan untuk mencukupkan latihan  hari ini. Dengan piano pinjaman dari ruang kesenian dan gitar Rin, kami berlatih di kelas. Setelah kita selesai berlatih, kelas pun kembali menjadi sepi. Maklum, sekarang waktunya istirahat dan yang lainnya sedang pergi ke kantin. Dari sini hanya terdengar sayup-sayup keramaian di luar.
“Hai,” sahut Rika, salah satu teman sekelasku yang masih tersisa di kelas.
“Hai Rika!” balas Rin. “Gak ke kantin nih?”
“Nggak, lagi mau nabung buat tiket konser,” jawab Rika “Ngomong-ngomong soal konser, kalian sudah siap untuk audisi Sabtu ini?”
“Yah, lumayan sih,” jawab Haru sedikit ragu.
            Wajar saja jika Haru ragu. Ini adalah latihan pertama kita dan mungkin yang terakhir sebelum audisi besok. Sebelum ini, kita hanya berlatih sendiri-sendiri. Beberapa dari kita sudah mulai menyadari betapa sulitnya membuat band hanya dalam satu bulan. Yah, semua kecuali Rin.
“Ayolah” Rin berusaha menyemangati Haru. “Kita masih punya waktu. Kita pasti bisa!”
            Kata-kata Rin terdengar berapi-api. Sangat berapi-api sampai seakan-akan ada kobaran api di belakangnya. Ia masih merasa yakin dengan band ini. Dengan Hiro di gitar dan Rin di piano, semuanya terlihat baik-baik saja. Haru bahkan menjadi vokalis untuk membantuku. Namun, entah mengapa aku tak bisa membangkitkan kepercayaan diriku. Aku masih merasa demam panggung, bahkan saat aku tidak benar-benar di panggung.
“Sou-kun!” panggil Rin. “Jangan malu-malu! Jangan biarkan rasa malumu mengalahkan dirimu!”
“Iya,” timpal Haru. “Keluarkan suaramu. Kau kan sudah hafal liriknya. Bahkan sebelum kita semua mulai latihan".
“Baiklah, akan kucoba nanti,” balasku sambil mencoba meyakinkan diri.
“Ayo-ayo! Kalian pasti bisa!” Rika ikut-ikutan. Ia pun pergi setelah memberi kita sedikit mood booster.
“Baiklah, ayo kita ulang lagi dari awal,” sahut Hiro.
            Kita pun mulai berlatih lagi. Sekarang aku mulai dapat membangkitkan sedikit kepercayaan diriku. Yah, setidaknya satu masalah sudah teratasi.
            Bel masuk pun kembali berbunyi beberapa saat setelah kita menyelesaikan latihan kita. Siswa-siswa yang lain pun bergerombol masuk ke dalam kelas bagaikan pasukan perang yang menyerbu kota. Beberapa saat setelah itu, Rin menghampiri bangku milikku.
“Oh iya, Sou-kun!” sapa Rin seketika setelah menghampiriku. “Ngomong-ngomong apa nama band kita?”
Aku baru ingat. Walaupun sudah beberapa lama kita membentuk band ini, kita masih belum memberi nama band kita.
”Bagaimana kalau White Lily, atau… Hanami Origami?” kata Rin dengan bersemangat. “Bagaimana denganmu? Kau punya ide yang bagus?”
“Bagaimana kalau… Sakura Leaf?” jawabku.
Entah dari mana, nama itu tiba-tiba muncul di pikiranku.
 “Hmm… boleh juga!” kata Rin. “Kalau begitu, sekarang nama band kita adalah ‘Sakura Leaf’!” kata Rin dengan keras.
Untung saja tidak ada guru di kelas. Yang lain juga sedang sibuk mengobrol. Jadi, ia hanya sukses membuat beberapa dari kami melihatnya dengan bingung. Meski begitu, semangat Rin-lah yang kita butuhkan agar band ini bisa tetap bertahan sampai pentas nanti.
---
“Sebentar lagi kok, udah deket nih.”
            Aku berlari menuju sekolah. Di sanalah tempat yang kita pilih sebagai tempat berkumpul sebelum audisi hari ini. Sayangnya aku bangun kesiangan dan membuat mereka menunggu selama setengah jam.
            Beberapa saat kemudian, aku sudah dapat melihat gerbang sekolah. Di sana terlihat tiga orang yang sudah menungguku, dan salah satunya menatapku dengan tajam.
“Kau ini, bagaimana sih!” kata Haru dengan nada kesal. “Kita udah nunggu setengah jam tau!”
“Ma…maaf,” jawabku sambil terengah-engah. “Aku ketiduran.”
“Sudah-sudah, yang penting kan dia sudah sampai di sini,” kata Rin mencoba menenangkan Haru. “Oh iya, ngomong-ngomong kau sudah latihan kan?”
“Sudah kok,” jawabku. “Gara-gara latihan sampai malam, aku akhirnya kesiangan.”
“Hmph. Dasar kau ini,” kata Haru. Ia rupanya masih kesal dengan keterlambatanku. Tapi, yang lain justru tertawa kecil mendengar pernyataanku.
 “Ngomong-ngomong, audisinya di mana?” tanyaku.
“Di studio L27,” jawab Hiro. “Dekat kok.”
“Gimana? Mau ke sana sekarang,” tanya Rin. “Di sana udah banyak yang datang lho.
“Nanti saja,” jawabku. “Kita ke sana setelah yang lainnya pergi saja.
“Baiklah, kita latihan dulu saja di sini,” kata Hiro.
Setelah latihan beberapa lama, akhirnya kita memutuskan untuk pergi ke tempat audisi. Hanya dengan berjalan kaki beberapa menit, kami pun sampai di Studio L27. Di sana hanya tersisa beberapa band lagi yang juga menunggu giliran audisi seperti kami.
Beberapa lama kemudian, akhirnya band kami pun dipanggil. Udara dingin menyambut kami saat kami memasuki studio. Sepertinya ada yang merasa udara di luar masih kurang dingin dan menyalakan AC-nya. Rasanya tidak aneh kalau besok ada yang kena flu.
Kami pun menyiapkan alat musik kami. Juri-juri –yang sebenarnya hanya guru yang jadi juri dadakan- dengan sabar menunggu kami. Setelah siap, kami langsung memainkan lagu Let It Out.
Beberapa menit kemudian, kami pun keluar dari studio. Entah mengapa, mood kami semua tiba-tiba down. Mungkin ini karena kita merasa penampilan kita tadi tidak terlalu bagus. Tak berniat untuk mengobrol, kami pun memutuskan untuk pulang.
“Ya sudah, aku pulang duluan ya,” kata Haru.
“Ya, aku juga mau pulang,” jawab Hiro. “Sampai nanti.”
Melihat bus dengan jurusan melewati rumahku, aku pun memutuskan untuk pulang juga, meninggalkan Rin yang sedang menanti bus lain.
Dah!” sahut aku sambil melambaikan tangan.
Dah!” jawab Rin. Ia melambaikan tangan dan tersenyum kecil selagi melihat bus yang kunaiki menjauh.
Di dalam bus, aku mengeluarkan headset-ku dengan niat untuk mendengarkan lagu. Setidaknya hal itu bisa memperbaiki mood-ku yang kacau. Aku pun melihat ke luar sambil mendengarkan lagu. Awan abu-abu yang melayang di langit seakan mencoba untuk mengejek penampilanku tadi.
---
“Sousuke! Hiro!” sahut Haru.
            Haru muncul dari balik pintu kelas dengan wajah bersemangat, seakan-akan ia baru menemukan kucing berkepala dua dan ingin memperlihatkannya pada semua orang. Ia pun langsung menyeret aku dan Hiro ke lantai bawah, menuju papan pengumuman.
“Lihat!” kata Haru. “Ini hasil audisi band waktu itu.”
“Wah, akhirnya dipajang juga,” kata Hiro.
            Ternyata wajar kalau Haru terlihat sangat bersemangat. Kita sudah menunggu ini selama tiga hari, waktu yang cukup lama bagi secarik kertas pengumuman ini untuk dipajang.
“Coba lihat di bagian paling bawah,” kata Haru.
            Aku dan Hiro mencoba memfokuskan pandangan kami ke  bagian bawah kertas itu. Di bawah sana hanya ada tulisan…
9. Sakura Leaf
            Reaksi kami pasti sudah bisa ditebak. Kami mengeluarkan ekspresi yang sama seperti Haru. Namun, aku merasa ada yang kurang. Setelah berpikir beberapa saat, barulah aku ingat.
“Eh, ngomong-ngomong Rin mana?” kata aku.
“Sepertinya ia belum datang,” jawab Haru. “Bagaimana kalau kita telepon dia?”
OK,” jawabku sambil mengeluarkan handphone dari saku.
Aku pun menekan nomor Rin. Setelah beberapa lama, akhirnya dia mengangkat teleponnya.
“Halo Rin? Kau di mana?” kataku. “Kita lolos audisi lho!”
“Halo, (uhuk uhuk) Sou-kun?” jawab Rin. Ia terdengar sedikit batuk.
“Rin? Kau kenapa?” tanyaku.
“Aku demam,” jawab Rin dengan suara serak. “Sepertinya karena waktu itu (uhuk uhuk) aku kehujanan.
Tiba-tiba, Haru langsung menyambar hanphone-ku
“Kau gak apa-apa kan?” tanya Haru.
Haru?” Rin terdengar sedikit bingung. Ia pasti bingung kenapa tiba-tiba suaraku berubah jadi suara Haru.
Gak apa-apa kok. Aku cuma demam biasa,” jawab Rin. “Kalian latihan saja tanpaku. Aku akan berusaha untuk datang nanti saat pentas”.
“Tapi…tapi…” sebelum Haru sempat membalasnya, Rin sudah duluan menutup teleponnya.
“Lalu apa yang akan kita lakukan sekarang?” tanyaku.
“Kita berlatih,” jawab Hiro. “Kita berlatih saja seperti yang dikatakan olehnya. Kau tak ingin mengecewakannya bila nanti ia datang dan kita gagal kan?”
Nggak sih,” jawabku ragu.
“Kalau begitu ayo!” balas Hiro. “Kita masih punya waktu empat  hari lagi sebelum pentas kelulusan nanti minggu.
            Kata-kata Hiro membangkitkan kembali semangat kami semua. Meski begitu, di dalam diriku masih terdapat sedikit keraguan akan bagaimana jadinya band ini nanti. Namun, aku tak bisa membiarkan keraguan itu menghentikannku. Aku harus bisa mengalahkan keraguan ini.
---
            Akhirnya tiba juga hari ini. Hari yang kita tunggu-tunggu selama sebulan terakhir. Hari itu adalah hari kelulusan, di mana aku bersama Hiro, Haru, dan Rin akan tampil di pentas kelulusan. Namun, hingga sekarang masih ada beberapa masalah yang membayang-bayangi kita.
“Di mana Rin?” tanya Haru. “Jangan bilang dia masih demam.
“Tenanglah Haru,” kata Hiro. “Dia akan datang.
            “Tapi…tapi kan, dua jam lagi kita tampil,”jawab Haru.
            Melihat Haru seperti itu. Aku bisa merasakan kepercayaan diriku turun lagi. Namun, keyakinan untuk terus melanjutkan terlihat di mata Hiro. Hal tersebut membuat aku tak ingin melihat hasil kerja keras kita dalam sebulan ini terbuang percuma. Aku pun mulai membangkitkan lagi rasa percaya diriku.
            “Ayo Haru,” kataku. “Lebih baik kita latihan saja. Kita tak boleh mengecewakan dia nanti.
            “Baiklah kalau begitu,” Haru mulai meyakinkan dirinya. “Ayo latihan!”
            Kami pun menghabiskan waktu yang tersisa untuk berlatih sebanyak mungkin. Tanpa terasa, sekarang hanya tinggal 15 menit lagi sebelum kita tampil. Bahkan dengan sisa waktu 15 menit, kami masih terus berlatih di belakang panggung, walau dengansedikit rasa ragu di hati. Namun, tiba-tiba seseorang megejutkan kami dari belakang.
“Haiiiii!”
            Suara tak asing memanggil kita dari belakang. Kami pun menoleh ke belakang dan melihat sesosok perempuan pendek yang berjalan ke arah kita sambil melambai.
            “Riiiiiiin!” teriak kami semua.
            Iya, itu Rin. Ia datang ke sini sambil memakai sebuah jaket untuk menghangatkan tubuhnya. Tak satu pun dari kami menyangka bahwa Rin akan datang setelat ini. Maksudku, hanya ada 15 menit lagi sebelum kita tampil dan ia memutuskan untuk datang pada saat itu. Namun, kedatangannya membangkitkan semangat kita semua.
            Band yang tampil sebelum kita baru saja menyelesaikan penampilannya. Kita semua bergegas menuju panggung, termasuk Rin yang baru saja datang. Dari belakang, terdengar suara MC yang berusaha menunda waktu untuk persiapan kami. Rin langsung bergegas ke piano, Hiro ke gitar listrik, sedangkan aku dan Haru mengambil mic masing-masing.
            “Baiklah, sekarang untuk penampilan band yang terakhir…” MC mulai membwakan penampilan kita.
            Tirai pun sudah mulai terbuka. Sekarang kami sudah di atas sini, di depan hadapan orang-orang. Walaupun kita ingin, kita tak bisa mundur sekarang dan membiarkan hasil latihan selama satu bulan terbuang sia-sia. Sekarang kita bersama di atas panggung dengan satu nama, yaitu…
            “…Sakura Leaf!”
            Tirai sudah terbuka, aku pun menyingkirkan segala rasa malu dan mulai bernyanyi.

Let It Out – Miho Fukuhara

Let it all out, Let it all out
Tsuyogaranakute iin da ne
Dareka ga kaitetta kabe no rakugaki no hana ga yureru

Jibunrashisa nante dare mo wakaranai yo
Nagai nagai michi no tochuu de nakushitari hirottari
Kyuu ni samishiku natte naichau hi mo aru kedo

Namida mo itami mo hoshi ni kaeyou
Ashita wo terasu akari wo tomosou
Chiisaku mayotte mo futari de tsukurou
Hoshikuzu wo tsuyoku hikaru eien wo sagasou

Let it all out, Let it all out
Tarinai koto darake da yo ne
Tarinakute iin da ne dakara kimi to deaetan da

"Tashika" ga nan na no ka sore ga shiritakute
Chiisana NAIFU wo kutsushita ni kakushiteta
Tsuyogatte tsuita uso no hou ga zutto itakatta

Hontou wa kowai yo dakedo ikiteku
Egao no kimi wo kaze ga nadeteku
Chiisana te kazashite futari de tsukurou
Hoshikuzu wo tsuyoku hikaru eien wo sagasou

Tadashii koto ga machigattetara dousureba ii?
Kanashii koto ga tadashikattara ukeireru dake?
Nakushita to omotteta demo kimi ga shitteta
Kimi ga ite hontou ni yokatta

Namida mo itami mo hoshi ni kaeyou
Ashita wo terasu akari wo tomosou
Chiisana te kazashite futari de tsukurou
Hoshikuzu wo tsuyoku hikaru eien wo...

Sayonara itsuka wa kuru kamo shirenai
Kisetsu wa soredemo meguri megutteku
Chiisaku mayottemo aruiteku
Kimi to aruiteku sore dake wa kawaranaideiyou ne




SF
こんばんは!Udah malem, tapi tetep semangat dong! *setidaknya sampai UTS nanti senin. Well, buat refreshing dikit, aku mau share soal anime yang rame. Judulnya Tonari no Kaibutsu-kun. Ceritanya tentang seorang cewek bernama Mizutani Shizuku yang studyholic dan super dingin dengan Yoshida Haru, teman sebangkunya yang belum pernah masuk lagi sejak terlibat kasus pemukulan di sekolahnya.
Suatu hari, gurunya meminta Shizuku untuk mengajak Haru untuk masuk lagi ke sekolah, karena hukuman skors untuk Haru sudah habis. Setelah dibujuk oleh gurunya, ia pun akhirnya pergi ke rumah Haru untuk mengajaknya masuk ke sekolah lagi. Haru -yang ternyata sangat polos itu- menganggap Shizuku ingin menjadi temannya dan langsung menyatakan bahwa ia menyukai Shizuku. Kebayang gak reaksi Shizuku -yang sehari-harinya cuma belajar doang- saat ditembak langsung sama Haru. Kebayang gak se-awkward apa hubungan dua orang ini nantinya. Coba aja nonton ya

Oh iya, sekalian kau post juga link buat download Opening Theme dan Ending Theme-nya.
Anime MP3

Blue Rose

Posted by Saito_Fukuda
Hi All~~~~~! \(^_^)/ Akhirnya bisa nge-post lagi di blog ini. Waktu itu sibuk banget sih. Dari UN, tes masuk SMAN 5 Bandung (btw aku keterima lho. hehe #bangga), sampe MPLS SMAN 5. Nah balik lagi ke topik. Pas liburan kan aku kurang kerjaan. Aku pinginnya bikin komik, tapi sayangnya aku ini emang nggak (ato belum) bisa ngegambar. Akhirnya aku putusin nyoba-nyoba bikin novel. Akhirnya sukses bikin satu chapter. Trus beberapa lama kemudian aku coba liat-liatin ke temen aku. Mereka bilang, "lumayan tuh bagus ceritanya." Trus temen aku yang lain bilang, "gak nyangka kamu bisa bikin novel kayak gini, padahal kamu mukanya gak meyakinkan lho." (btw, muka aku memang gak keliatan kayak yang bisa bikin novel #depresi(-.-") ). Akhirnya barusan pas abis pulang ke rumah, langsung aku deh salin teksnya ke komputer.

Tadinya aku mau langsung masukin ke Fanfiction.net, tapi ternyata kalo user baru harus nunggu 2 hari dulu baru bisa nge-post di sana. Pasrah, akhirnya aku buka blog ini lagi dan mulai nge-post. Yah, udah pada gak sabar mau liat gimana novelnya kan? Nah ini dia guys "Blue Rose". Please enjoy~~~~~.

Blue Rose
Chapter One


Pagi yang dingin, angin dingin bertiup, membuat semua yang melewatinya menggigil kedinginan. Seorang gadis dengan rambut yang diikat ke belakang terlihat berjalan menyusuri trotoar. Angin pagi yang dingin itu tidak terlihat membuatnya menggigil sedikitpun.
Ia berjalan menuju sebuah bangunan tinggi dengan halaman luas. Bangunan tersebut bertuliskan “SMU Shirokawa”. Saat ia mulai berjalan memasuki gedung itu, dua orang gadis yang terlihat seumuran dengannya mulai mendekatinya.
“Natsuki~~~!” seru salah seorang gadis yang mendekatinya.
“Oh, Haruka, Shoko! Kalian masuk SMU ini juga?” sahut Natsuki.
“Iya, walau tesnya susah, kami berhasil lolos,” seru Haruka sambil menyambut Natsuki.
“Susah?” Natsuki keheranan. “Perasaan tesnya tidak sesulit itu deh”
“Yah, jangan samakan kami denganmu dong. Natsuki kan jenius, iya kan Haruka,” kata Shoko sambil  berpaling kearah Haruka. Haruka pun mengangguk.
“Maaf deh,” Natsuki tertawa kecil sambil maggaruk kepalanya.
“Tidak apa-apa Natsuki, Shoko hanya iri pada kepintaranmu,” ujar Haruka membela Natsuki.
“Dasar,” Shoko pun memukul Haruka.
“Sudah sudah, ayo kita lihat daftar kelasnya,” kata Natsuki sambil berjalan menuju Aula sekolah tersebut.

------

Tiga orang perempuan itu terlihat berdiri di hadapan sebuah papan bersamaan dengan kerumunan siswa-siswa lainnya. Papan tersebut bertuliskan “Daftar Pembagian Kelas”. Natsuki sedang melihat-lihat siapa saja yang sekelas dengannya. Tiba-tiba ia terpaku pada salah satu nama di papan itu.
“Sousuke Akira,” ia mulai hanyut dalam pikirannya sendiri. “Rasanya aku pernah mendengar nama itu….”
Shoko menepuk pundak Natsuki, membebaskannya dari lamunannya.
“Hei, kau kenapa?” tanya Shoko. “Dari tadi kau melamun terus”.
“E, tidak apa-apa. Aku hanya memikirkan sesuatu,” jawab Natsuki setengah sadar.
“Aku kira kau kenapa,” Shoko mulai tersenyum. “Jangan-jangan kau sedang mencari-cari pacar ya.”
“Enak saja, memangnya kau,” balas Natsuki. “Oh iya, ngomong ngomong kalian di kelas apa?”
“Aku di kelas X-C, kalo Haruka sih di kelas X-E…”
“Ehm,” Haruka tiba-tiba menyikut Shoko.
“Eh, maksudku X-C, kami sekelas kok,” Shoko langsung meralat perkataannya.
“Dasar,” Haruka terlihat sedikit puas. “Kalau kamu di kelas apa?” Haruka langsung berpaling pada Natsuki.
“Oh, aku di kelas X-A,” Natsuki terlihat sedikit kecewa. “Sayang ya kita tidak sekelas.”
“Tidak apa-apa. Kita kan masih bisa bertemu lagi nanti saat istirahat atau saat pulang,” hibur Haruka. “Bagaimana kalau nanti kita melihat-lihat klub-klub yang ada di sekolah ini sebelum pulang.”
“Baiklah,” Natsuki mulai terlihat ceria lagi.
“Hei,” Shoko menggenggam tangan Haruka. “Ayo ke kelas, sebentar lagi bel akan berbunyi,” Ia pun memperlihatkan jam ditangannya yang hampir menunjukkan jam 7.
“Nanti ketemu lagi ya~~!” kata Haruka bersemangat.
“Iya, sampai nanti,” jawab Natsuki sambil berjalan ke arah kelasnya.

------

Bel sudah berbunyi. Siswa-siswa lain sudah masuk ke kelas. Tapi, tidak terlihat ada guru di kelas. Mungkin karena itulah suasana kelas ini sangat ramai, para siswa saling mengobrol dan bercanda dengan sesamanya. Tapi lain ceritanya dengan Natsuki. Ia hanya melamun sambil menatap ke jendela, memikirkan nama orang yang tadi ia lihat.
“Sousuke Akira?” Ia bergumam dalam pikirannya. “Dimana aku pernah mendengar nama i…”
“Hei!”
Sebuah tangan menyambar pundak Natsuki. Ia pun terbebas dari lamunannya lagi. Ia berusaha mencari orang yang menepuk pundaknya.
“Dari tadi kau melamun terus,” kata seorang gadis di belakang Natsuki. “Kau tidak apa-apa?”
“Eh, tidak apa-apa,” jawab Natsuki sambil berpaling ke belakang.
“Oh, aku kira kau kenapa,” kata gadis itu. “Oh iya, kenalkan, namaku Misaki Ayano, tapi kau bisa memanggilku Misaki. Kalau kamu siapa?” gadis itu kembali berkata sambil mengulurkan tangannya.
“E, aku Natsuki, Natsuki Aosato. Salam kenal,” jawab Natsuki sambil menyambut tangan gadis itu yang terlihat ingin bersalaman.
“Aku duduk di sebelahmu ya,” Misaki langsung meletakkan tas miliknya di sebuah bangku kosong di sebelah Misaki.
Tepat saat Misaki duduk, pintu kelas mereka terbuka. Suasana kelas yang tadinya ribut dan kacau, tiba-tiba menjadi rapih dan tertib. Saat seseorang memasuki kelas, semua siswa sudah duduk dengan rapih di bangku masing-masing.
“Selamat pagi anak-anak,” kata orang itu
“Selamat pagi pak,” seluruh siswa langsung membalas panggilan orang itu.
“Ya, maaf anak-anak. Bapak terlambat karena tadi bapak terjebak kemacetan. Izinkan bapak untuk memperkenalkan diri. Nama bapak Furuyama Hisei. Kalian bisa memanggil saya Furuyama-sensei. Bapak…”
Natsuki tidak memperhatikan perkataan guru itu selanjutnya. Ia kembali melamun, memikirkan nama itu lagi. Nama yang sejak tadi membuatnya mengingat-ingat lagi dimana ia pernah mendengar nama itu.
“Kalo tidak salah aku pernah mendengar nama itu di…”
Tiba-tiba ada seseorang yang menyikutnya, membuyarkan pikirannya sekali lagi. Ia mulai tersadar dan melihat sekelilingnya. Ternyata Misaki yang tadi menyikutnya. Tapi, sebelum ia sempat berkata-kata…
“Misaki Ayano,” kata Furuyama-sensei, mengagetkan Natsuki yang masih belum menyadari apa yang terjadi.
“Hadir pak!” Misaki langsung menjawab gurunya yang sedang mengabsen siswa sambil mengangkat tangannya.
“Natsuki Aosato,” guru itu pun mulai mengabsen lagi.
“H-hadir pak!” jawab Natsuki yang masih setengah sadar. Ia mulai mengerti mengapa Misaki menyikutnya.
“Lain kali jangan melamun saat guru sedang di kelas ya,” bisik Misaki
“Iya, maaf ya,” kata Natsuki dengan wajah menyesal.
Furuyama-sensei pun terus mengabsen siswa tanpa memperhatikan Natsuki dan Misaki yang sedang berbisik-bisik.
“Sousuke Akira,” kata Furuyama-sensei
Natsuki kaget. Seketika itu juga ia langsung melihat ke sekelilingnya, berharap bisa menemukan pemilik nama itu. Tetapi, tidak ada seorangpun yang mengacungkan tangannya.
“Sousuke Akira!” Furuyama-sensei kembali memanggil nama itu.
“Pak,” seseorang mengacungkan tangannya. ”Mungkin ia sakit atau sesuatu.”
“Oh, baiklah. Kita lanjutkan saja…,” Furuyama-sensei pun kembali mengabsen siswa.
Natsuki terlihat sedikit kecewa mengetahui kalau pemilik nama itu tidak ada di kelas. Tapi, apa boleh buat bila ia memang tidak ada di sini sekarang. Wajah Natsuki akhirnya kembali tenang, tetapi di hatinya masih tersisa sedikit rasa gelisah. Hari itu pun terus berlanjut dengan rasa penasaran di dada Natsuki.

------

            Bel sekolah berbunyi. Sudah empat kali bel itu berbunyi hari ini. Murid-murid terlihat berhamburan keluar dari kelas. Natsuki berusaha membebaskan dirinya dari lautan murid-murid kelas sepuluh bersama Misaki. Begitu mereka lolos dari kerumunan itu, dua sosok tak asing datang menyambut mereka.
  “Natsuki~~~!” sahut Shoko
  “Oh, Haruka, Shoko,” Natsuki langsung berlari kearah mereka.
 “Kenalkan, ini Misaki, teman sekelasku,” Natsuki memperkenalkan Misaki kepada dua sahabatnya sejak SMP.
  “Iya, salam kenal. Aku Shoko dan ini Haruka,” Shoko mulai memperkenalkan dirinya dan Haruka.
   “Iya, salam kenal,” balas Misaki. “Jadi kalian dulu se-SMP dengan Natsuki ya.”
   “Ya begitulah,” jawab Shoko.
  “Eh Natsuki, bagaimana jika kita melihat-lihat dulu klub-klub yang ada di sekolah ini sebelum pulang?” Haruka terlihat bersemangat. “Tadi pagi kan aku sudah bilang padamu.”
  “Ayo ayo, aku juga ingin melihatnya,” Misaki ikut-ikutan. “Aku dengar klub-klub di sini sangat menarik lho.”
   “Oh ya? Kita kesana sekarang yuk. Ya, ya Natsuki?” kata Shoko ikut-ikutan  dengan wajah memelas.
    “Ya, baiklah,” jawab Natsuki yang terlihat sedikit lelah.

   Beberapa jam berlalu, mereka akhirnya selesai melakukan tur “singkat” mereka. Sekolah ini memang memiliki banyak klub untuk diikuti. Dari klub basket –yang membuat Shoko berteriak-teriak saat melihat mereka bermain− sampai klub teater –yang membuat mereka menangis terharu-haru saat menontonnya. Semua klub-klub itu kebetulan sedang melakukan pertunjukan untuk menarik siswa baru menjadi anggota mereka.
Natsuki terlihat benar-benar kelelahan saat mereka selesai. Berbeda dengan ketiga temannya itu. Mereka masih terlihat bersemangat untuk mengikuti lari marathon 2 km. Dari semua klub yang ada, hanya ada satu klub yang membuatnya tertarik, yaitu klub Karate −karena memang olahraga itu yang ia tekuni sejak SD. Beberapa menit kemudian, mereka sudah ada di gerbang sekolah.  Mereka pun berpamitan dan pulang. Sekarang hanya tinggal Natsuki yang masih berjalan ke stasiun kereta.

Langit sudah gelap, Natsuki masih berjalan menuju stasiun kereta. Ia mulai bertanya-tanya mengapa ia tadi setuju mau ikut mereka mengelilingi sekolah itu, melihat-lihat klub-klub yang ada di sana sampai berjam-jam. Ia mulai melihat jam tangan yang setia menemaninya. Jam itu menunjukkan angka 18.15. Setelah melihat jam tangannya, ia mulai mempercepat jalannya. Karena terburu-buru ingin cepat sampai ke rumah, ia akhirnya memutuskan untuk mengambil jalan pintas melewati gang.
Ia pun berjalan melewati gang itu. Langkah demi langkah, ia merasa ada sesuatu yang tidak beres di sana. Ia merasa seperti sedang diperhatikan seseorang atau sesuatu. Tiba-tiba, tanpa ia sadari, dua pria bertubuh besar muncul dan menyergapnya dari belakang. Sesosok pria lainnya pun muncul di hadapannya sambil menodongkan pisau.
“Serahkan uangmu atau barang berharga lainnya!!!” kata pria yang membawa pisau.
“Hehehe, kau seharusnya tahu untuk tidak melewati gang di saat seperti ini kan,” kata orang yang menyergapnya.
Sebenarnya ia bisa saja langsung menghajar dan melumpuhkan mereka dengan mudah. Ia memiliki pengalaman karate selama bertahun-tahun. Hanya saja ia terlalu lelah untuk melawan. Ia tidak ingin membahayakan nyawanya dengan melawan mereka.
Tepat saat Natsuki merasa putus asa, seorang laki-laki datang entah darimana. Ia terlihat seumuran dengannya. Secepat kilat, ia langsung melumpuhkan pria yang memegang pisau. Kemudian sebuah tendangan lain dari laki-laki itu menyambar dua orang pria yang menyergap Natsuki. Beberapa detik kemudian, dua orang pria itu sudah terkapar di tanah.
“Kau tidak apa-apa?” tanya laki-laki itu sambil mengulurkan tangannya.
“A..aku tidak apa-apa,” jawab Natsuki yang duduk lemas di tanah.
“Syukurlah,” lelaki itu terlihat lega. “Lain kali jangan lewat gang saat malam hari. Banyak sekali orang yang mengintai di sini, apalagi perempuan sepertimu. Kau akan menjadi sasaran empuk bagi mereka,” lelaki itu mulai menasihatinya.
“I,iya,” jawab Natsuki yang masih sedikit kebingungan.
Malam itu sangat gelap. Apalagi di gang itu. Ia hampir tidak bisa melihat apa-apa. Wajah lelaki itu tersembunyi di balik gelapnya malam. Ia hanya bisa melihat sepasang bola mata berwarna biru laut yang indah di wajah lelaki itu.
“Hei, kau bisa berjalan sendiri kan?” laki-laki itu mulai bertanya lagi.
“Ya, aku bisa,” ia merasa sedikit diremehkan –ya itu karena ia memang tidak suka kalah, apalagi pada lelaki.
“Ya, kalau begitu sampai jumpa. Hati-hati ya!” lelaki itu pun pergi.
“Terima kasih…..,” jawab Natsuki dengan pelan selagi lelaki itu semakin menjauh. Entah kenapa ia merasa sedikit sedih saat melihat lelaki itu pergi begitu saja.
Lama-kelamaan, sosok lelaki itu sudah tidak terlihat lagi. Hanya bayangan mata biru lautnya yang tertinggal di pikiran Natsuki. Ia kemudian melihat jam tangannya lagi. Sudah hampir jam setengah 7. Ia pun bergegas naik ke kereta dan pulang ke rumah. Sesampainya di rumah, ia langsung masuk ke kamarnya, setelah berjanji pada ibunya bahwa ia akan menjelaskan apa yang telah terjadi padanya esok pagi. Di kamar, ia masih memikirkan lelaki yang tadi menyelamatkannya.
Malam itu pun berlalu dengan banyak rasa penasaran di hati Natsuki.


------
End of Chapter 1
To be continued


Nah, gimana? seru gak? yah, semoga kalian semua suka deh. Oh iya, ini ada skecth gambar Natsuki Aosato yang digambarin sama temen aku. Mau liat?? Ini dia  (sekalian profilnya deh)

Nama: Natsuki Aosato
Tanggal lahir: 31 Maret 1997
Zodiak: Aries
Golongan darah: A
Warna mata: Coklat muda
Warna rambut: Coklat tua
Tinggi: 160 cm
Hobi: Karate, olahraga, baca novel

Ok, hari ini cukup sampai sini aja ya. Chapter 2 lagi dibikin. Tungguin aja ya.
Minna, mata aimasho~~~~~!!!!!





PENSI 7

Posted by Saito_Fukuda
Tag :
Hey guys, I'm back! Akhirnya gue bisa ngepost lagi.Kali ini gue bakal nyeritain PENSI di sekolah gue. PENSI ini diadain beberapa hari yang lalu, tepatnya Kamis, 22 Des 2011. Nama PENSI ini adalah PIXINITY (jangan tanya aku apa artinya soalnya aku bukan panitia).

Nah, kelas aku bakal nampilin Musikalisasi Puisi (paling pertama di jadwalnya), trus Vocal grup (aku ikut ini), Dance, Band Sekoteng, sama Drama B. Sunda (aku ikut yang ini juga). Hari itu gue dateng ke sekolah sekitar jam setengah 7. Niatnya sih mau latihan dulu soalnya kelas aku emang belum siap banget. Kenapa belum siap? Ini alasannya:
  • Satu, buat drama B. Sunda, rekaman suaranya masih belum di mix dan aktornya (sok banget sih bahasanya. (^o^)y hehe) sama sekali belum latihan.
  • Dua, waktu yang dikasihin gurunya emang sempit, sekitar sebulan kalo gak salah. Dipotong UAS lagi.
  • Tiga, ........ (lupa lagi apa alasannya)
Pas dateng ke sekolah, aku ngeliat orang2 pada ngantri ngasihin tiketnya ke penjaga gerbang. Aku baru inget, kalo tiket aku dikasihin ke ibu aku. Aku gak tau kalo itu buat siswanya. Akhirnya aku terus aja jalan ke gerbang yang satu lagi dan untungnya aku dibolehin masuk sama si Tareq yang jadi panitia PENSI (huff. hampir aja gak bisa masuk (-__-)). Aku terus jalan ke kelas aku yang ada di lantai dua (gak ada nanya kok. (-_-;)). Semuanya pada ngumpul di luar kelas karena kelasnya masih dikunci.

Beberapa lama kemudian, kami semua turun ke parkiran karena disuruh nunggu di bawah aja. Kita liat-liat jadwal tampil yang ditempel di dinding deket parkiran. Ternyata masih lama tampilnya (lega deh). Gue pikir "masih bisa deh latihan, soalnya masih lama". Tapi, begitu PENSI-nya mulai, hilang deh mood latihannya soalnya semuanya pada penasaran pingin liat stand kelas lain. Akhirnya gue juga ikutan keliling.

OK, sekarang saatnya tampil buat yang musikalisasi (ayo! Berjuang!). Mereka nampilin lagu musikalisasi puisi asli bikinan kelas 9A, judulnya Merah Putih by Ardo. Pas awal mereka tampil, keliatan kacau tapi untung aja akhirnya lancar.

Beberapa penampilan kemudian, datanglah giliran Vocal Grup 9A (harus siap2 nih). Vocal Grup ini bakal ngebawain 2 lagu, yaitu lagu Tokecang yang dimodifikasi dan Karena Cinta. Aku dan yang lain pun naik panggung. Walaupun gak terlalu banyak yang nonton, tapi rasanya grogi banget (ayolah! pokoknya harus pede, jangan bikin masalah di panggung).

Akhirnya selesai juga penampilan Vocal Grup. Sekarang saatnya yang Dance tampil. Yang nontonnya banyak juga. Mereka make 2 lagu dan sayangnya aku gak judul lagu yang mereka pake (payah lu. (¬_¬)). Pas lagu yang kedua, jaket yang dipake si Nyayu udah kayak mau lepas gitu deh. Dia pun berusaha memakai lagi jaket itu sambil ngedance (susah tuh. pas udah dipake, eh malah lepas lagi). Tapi untung lancar2 aja dancenya.

Oke, sekarang tinggal penampilan Drama B. Sunda, tapi masih lama banget nih. Sekitar 2-3 jam lagi. Sisa waktu ini dimanfaatin buat ngemix suara rekaman. Tapi, yang jadi aktornya penasaran soal nilai rapornya. Gak jadi lagi deh latihannya.

Beberapa jam pun terlewati, rapor udah dibagiin semua (aku dapet rangking 15 (T_T)). Tapi, ternyata tinggal bentar lagi giliran drama B.Sunda tampil. Alhamdulillah rekamannya udah di mix, tapi para aktor belum pada latihan nyamain gerakan sama rekaman. Akhirnya semuanya mutusin improvisasi aja gerakannya.

Kelompok Drama B. Sunda pun dipanggil oleh MC dari 99ers (aku gak tau kapan mereka dateng, soalnya seinget aku tadi pagi MC-nya murid smp 7 deh). Kami pun maju ke dekat panggung dan rekamannya pun diputar, tapi suaranya gak keluar. Kami pun debat dulu, mau gimana? Improvisasi? Kemudian Bu Ius dateng dan bilang udah tampil aja. Akhirnya kami nunjuk bu Elis (Guru B.Sunda) sebagai narator dan mulai tampil. Adegan demi adegan dilewati sambil menggunakan 2 mic. Kemudian, pas adegan Raja dengan Putri kerasa suaranya dobel. Ternyata rekamannya udah bisa jalan. Alhamdulillah. Kemudian Dramanya pun berlanjut dengan sukses.

Huff, akhirnya selesai juga. Sekarang bisa tenang deh. Nonton yang kabaret ah. Yang kabaret ternyata keren juga. Yang paling bagus tuh pas adegan terakhirnya (yang romantis2 gitu deh) turun ujan gerimis (keren banget efeknya).

Tapi, setelah hujan gerimis, disusul deh sama hujan badai. Aku masuk ke kelas aja ah biar aman. Ternyata rame juga di kelas. Dari main-main air sampe ngurung yang lagi diluar pas hujan. Tapi, beberapa lama setelah itu, hujannya berhenti. Karena udah capek, akhirnya pulang deh.
 
Nah, segini aja ya. aku udah capek nulisnya. Until next time, Bye.
Welcome to My Blog

About Me

Foto saya
Just a lonely high school boy who likes anime and manga.

Quotes

"I was prepared but ... It still hurts."
-Shintani Hinata
"I am not alone. I can hear them... I can hear everyone's voices... I can sense everyone's feelings... I am not alone... everyone's feelings... they support me... they are what give me the will to stand and fight!"
-Natsu Dragneel

Followers

Diberdayakan oleh Blogger.

- Copyright © 2013 Ao No Kaze -Robotic Notes- Powered by Blogger - Designed by Johanes Djogan -