Posted by : Saito_Fukuda

Tak pernah aku membayangkan bahwa aku akan berdiri di atas sini. Di sini, di depan ratusan orang, bersama dengan teman-temanku. Semuanya sudah kita lalui, masalah demi masalah, rintangan demi rintangan. Akhirnya kita semua bisa bersama-sama berdiri di sini. Namun, rasanya masih bisa kuingat bagaimana semua ini berawal…
---
Semuanya berawal dari SMS-nya sebulan yang lalu. Saat itu kita semua sudah selesai memikirkan masalah UN yang menghantui kita selama kurang lebih satu tahun. Setiap hari terasa tenang tanpa sedikitpun beban. Di malam hari yang tenang itulah dia memilih untuk mengusikku dengan deringan SMS dari telepon genggam hitam milikku.
“Eh Sou-kun, mau bikin band buat tampil di acara kelulusan gak?”
Begitulah isi pesan singkat yang ia kirimkan padaku. Memang sekolahku akan mengadakan audisi band untuk pentas di acara kelulusan nanti. Tapi, yang tidak kumengerti adalah kenapa ia mengajakku untuk membuat band. Karena seingatku, aku tidak bisa bermain alat musik seperti gitar, apalagi piano. Lantas aku membalas SMS-nya,
“Serius mau nih Rin? Sama siapa aja?” jawabku.
Tak sampai semenit kutinggal handphone-ku, ia sudah menjawab lagi.
“Tenang, nanti biar kupikirkan. Pasti seru kok! Kita bahas lagi besok di sekolah ya!” balasnya.
Sepertinya Rin memang selalu seperti itu. Kadang-kadang ia terlalu polos untuk menyadari suatu masalah di balik rencananya sendiri. Yah tapi apa boleh buat, selama ini aku memang punya impian untuk tampil dalam sebuah band dengan teman-temanku, walaupun selama ini aku terlalu malu untuk mengatakannya. Mungkin saja ini adalah suatu kesempatan yang diberikan oleh Tuhan kepadaku, melalui kepolosan Rin. Akhirnya kuputuskan untuk mengikuti kepolosannya dan menunggu esok hari datang.
---
“Bagaimana? Kau ingin ikut?” kata Rin segera setelah ia menghampiri mejaku.
“Baiklah, aku ikut”, jawabku setuju. “Tapi siapa lagi yang akan kau ajak?” tanyaku.
“Bagaimana kalau Haru? Dia kan jago piano”, jawabnya antusias. “Kita juga bisa mengajak Hiro. Dia bisa diandalkan kalau soal gitar atau drum,” tambahnya.
“Boleh juga. Kalau kamu main apa?” tanyaku.
“Aku bisa bermain gitar sedikit sih,” jawabnya dengan sedikit tawa kecil. “Kau sendiri? Bagaimana jika kau jadi vokalisnya saja?”
Seketika itu aku shock. Sebenarnya aku selalu ingin menjadi penyanyi di sebuah band. Bernyanyi di atas panggung. Meng-cover lagu-lagu anime bersama teman-temanku. Namun, sayangnya aku memiliki rasa malu yang sedikit di atas rata-rata. Hanya dengan membayangkan aku menjadi pusat perhatian di atas panggung, aku sudah mulai merasakan demam panggung.
 “A...a...aku,” kataku terbata-bata. Aku bahkan tak bisa berkata-kata saat memikirkan hal tersebut.
“Ayolah, kau pasti bisa,” bujuk Rin. “Lagipula suaramu cukup bagus kok.”
“Ta…ta…tapi…” kataku mencoba untuk menyangkal. Namun sepertinya usahaku sia-sia.
“Baiklah, kalau begitu aku akan bicara ke Hiro dan Haru,” lanjutnya tanpa menghiraukan perkataanku.
Tipikal Rin. Kalau ia sudah bersemangat, hampir tak ada seorang pun yang bisa menghentikannya. Sepertinya yang bisa kulakukan hanyalah mengikutinya dan mencoba untuk mengatasi rasa malu yang berlebihan ini.
---
“Jadi, nanti kita akan memainkan lagu apa?” tanya Rin. Disebelahnya sudah ada Hiro dan Haru yang siap memberikan ide. Aku memutuskan untuk duduk diam di sebelah Hiro dan mendengarkan diskusi mereka.
“Bagaimana kalo lagu Alones-nya Aqua Timez?” kata Haru. “Lagunya nggak terlalu susah buat pemula seperti kita.”
“Jangan, bagian rap-nya agak sulit,” kata Hiro. “Bagaimana kalau lagu Don’t Stop Believin’ yang versi Glee. Lagu itu kan lebih...”
Akhirnya aku memilih untuk membiarkan mereka bertiga berdiskusi tanpaku. Lagipula aku juga tidak akan terlalu membantu mereka. Aku mempasrahkan keputusan lagu yang akan dimainkan nanti kepada mereka. Setidaknya aku tidak akan merepotkan mereka kalau nanti…
“Gimana kalau kita biarkan Sousuke memilih lagu yang akan kita mainkan?” Kata Rin. Perkataannya membuyarkan lamunanku. “Dia kan vokalisnya,” lanjutnya.
“Boleh boleh,” kata Haru setuju.
“Ti…tidak usah. Kalian saja yang pilih,” aku berusaha menghindar.
“Gak apa-apa kok,” Rin berusaha untuk meyakinkanku. “Masa’ kamu punya lagu yang ingin kau nyanyikan.”
“A…ada sih,” jawabku ragu-ragu.
“Lagu apa itu?” tanya Rin penasaran.
“Let It Out, Miho Fukuhara,” jawabku.
“Oh! Itu lagu ending anime Fullmetal Alchemist kan?” kata Haru. “Aku setuju!”
“Aku juga,” timpal Rin. “Bagaimana denganmu Hiro?”
“Hmm… boleh deh,” jawab Hiro. “ Eh, ada yang punya chord-nya gak?”
“Aku punya,” jawabku sambil membongkar isi tas. “Ah! Ini dia.”
Aku menyodorkan secarik kertas bertuliskan chord lagu, lengkap dengan liriknya. Mereka pun langsung mengambil kertas itu dari tanganku.
“Ternyata kau sudah siap-siap untuk tampil ya Sou-kun,” kata Haru.
“Tidak kok,” aku menyangkal. “Aku hanya kebetulan punya.”
“Ya sudah. Kita sudah sepakat kan?” kata Hiro. “Nanti di pentas kelulusan kita akan menampilkan lagu Let It Out. Ada yang keberatan?”
Yang lain pun diam, tanda mereka telah setuju.
“Tidak ada?” tanya Hiro. “Baiklah, nanti kita bahas lagi ya!”
“OK” jawab kita bersamaan
            Bel sekolah berbunyi, tepat setelah kita menyelesaikan rapat kecil kita. Sekarang band kecil ini mulai terbentuk, namun kami masih belum bisa membayangkan masalah yang akan terjadi nanti. Tapi, mungkin memang lebih baik bagi kita untuk mengetahuinya sekarang.
---
“Baiklah, tadi sudah lumayan bagus”.
Hiro berkata demikian, mengisyaratkan untuk mencukupkan latihan  hari ini. Dengan piano pinjaman dari ruang kesenian dan gitar Rin, kami berlatih di kelas. Setelah kita selesai berlatih, kelas pun kembali menjadi sepi. Maklum, sekarang waktunya istirahat dan yang lainnya sedang pergi ke kantin. Dari sini hanya terdengar sayup-sayup keramaian di luar.
“Hai,” sahut Rika, salah satu teman sekelasku yang masih tersisa di kelas.
“Hai Rika!” balas Rin. “Gak ke kantin nih?”
“Nggak, lagi mau nabung buat tiket konser,” jawab Rika “Ngomong-ngomong soal konser, kalian sudah siap untuk audisi Sabtu ini?”
“Yah, lumayan sih,” jawab Haru sedikit ragu.
            Wajar saja jika Haru ragu. Ini adalah latihan pertama kita dan mungkin yang terakhir sebelum audisi besok. Sebelum ini, kita hanya berlatih sendiri-sendiri. Beberapa dari kita sudah mulai menyadari betapa sulitnya membuat band hanya dalam satu bulan. Yah, semua kecuali Rin.
“Ayolah” Rin berusaha menyemangati Haru. “Kita masih punya waktu. Kita pasti bisa!”
            Kata-kata Rin terdengar berapi-api. Sangat berapi-api sampai seakan-akan ada kobaran api di belakangnya. Ia masih merasa yakin dengan band ini. Dengan Hiro di gitar dan Rin di piano, semuanya terlihat baik-baik saja. Haru bahkan menjadi vokalis untuk membantuku. Namun, entah mengapa aku tak bisa membangkitkan kepercayaan diriku. Aku masih merasa demam panggung, bahkan saat aku tidak benar-benar di panggung.
“Sou-kun!” panggil Rin. “Jangan malu-malu! Jangan biarkan rasa malumu mengalahkan dirimu!”
“Iya,” timpal Haru. “Keluarkan suaramu. Kau kan sudah hafal liriknya. Bahkan sebelum kita semua mulai latihan".
“Baiklah, akan kucoba nanti,” balasku sambil mencoba meyakinkan diri.
“Ayo-ayo! Kalian pasti bisa!” Rika ikut-ikutan. Ia pun pergi setelah memberi kita sedikit mood booster.
“Baiklah, ayo kita ulang lagi dari awal,” sahut Hiro.
            Kita pun mulai berlatih lagi. Sekarang aku mulai dapat membangkitkan sedikit kepercayaan diriku. Yah, setidaknya satu masalah sudah teratasi.
            Bel masuk pun kembali berbunyi beberapa saat setelah kita menyelesaikan latihan kita. Siswa-siswa yang lain pun bergerombol masuk ke dalam kelas bagaikan pasukan perang yang menyerbu kota. Beberapa saat setelah itu, Rin menghampiri bangku milikku.
“Oh iya, Sou-kun!” sapa Rin seketika setelah menghampiriku. “Ngomong-ngomong apa nama band kita?”
Aku baru ingat. Walaupun sudah beberapa lama kita membentuk band ini, kita masih belum memberi nama band kita.
”Bagaimana kalau White Lily, atau… Hanami Origami?” kata Rin dengan bersemangat. “Bagaimana denganmu? Kau punya ide yang bagus?”
“Bagaimana kalau… Sakura Leaf?” jawabku.
Entah dari mana, nama itu tiba-tiba muncul di pikiranku.
 “Hmm… boleh juga!” kata Rin. “Kalau begitu, sekarang nama band kita adalah ‘Sakura Leaf’!” kata Rin dengan keras.
Untung saja tidak ada guru di kelas. Yang lain juga sedang sibuk mengobrol. Jadi, ia hanya sukses membuat beberapa dari kami melihatnya dengan bingung. Meski begitu, semangat Rin-lah yang kita butuhkan agar band ini bisa tetap bertahan sampai pentas nanti.
---
“Sebentar lagi kok, udah deket nih.”
            Aku berlari menuju sekolah. Di sanalah tempat yang kita pilih sebagai tempat berkumpul sebelum audisi hari ini. Sayangnya aku bangun kesiangan dan membuat mereka menunggu selama setengah jam.
            Beberapa saat kemudian, aku sudah dapat melihat gerbang sekolah. Di sana terlihat tiga orang yang sudah menungguku, dan salah satunya menatapku dengan tajam.
“Kau ini, bagaimana sih!” kata Haru dengan nada kesal. “Kita udah nunggu setengah jam tau!”
“Ma…maaf,” jawabku sambil terengah-engah. “Aku ketiduran.”
“Sudah-sudah, yang penting kan dia sudah sampai di sini,” kata Rin mencoba menenangkan Haru. “Oh iya, ngomong-ngomong kau sudah latihan kan?”
“Sudah kok,” jawabku. “Gara-gara latihan sampai malam, aku akhirnya kesiangan.”
“Hmph. Dasar kau ini,” kata Haru. Ia rupanya masih kesal dengan keterlambatanku. Tapi, yang lain justru tertawa kecil mendengar pernyataanku.
 “Ngomong-ngomong, audisinya di mana?” tanyaku.
“Di studio L27,” jawab Hiro. “Dekat kok.”
“Gimana? Mau ke sana sekarang,” tanya Rin. “Di sana udah banyak yang datang lho.
“Nanti saja,” jawabku. “Kita ke sana setelah yang lainnya pergi saja.
“Baiklah, kita latihan dulu saja di sini,” kata Hiro.
Setelah latihan beberapa lama, akhirnya kita memutuskan untuk pergi ke tempat audisi. Hanya dengan berjalan kaki beberapa menit, kami pun sampai di Studio L27. Di sana hanya tersisa beberapa band lagi yang juga menunggu giliran audisi seperti kami.
Beberapa lama kemudian, akhirnya band kami pun dipanggil. Udara dingin menyambut kami saat kami memasuki studio. Sepertinya ada yang merasa udara di luar masih kurang dingin dan menyalakan AC-nya. Rasanya tidak aneh kalau besok ada yang kena flu.
Kami pun menyiapkan alat musik kami. Juri-juri –yang sebenarnya hanya guru yang jadi juri dadakan- dengan sabar menunggu kami. Setelah siap, kami langsung memainkan lagu Let It Out.
Beberapa menit kemudian, kami pun keluar dari studio. Entah mengapa, mood kami semua tiba-tiba down. Mungkin ini karena kita merasa penampilan kita tadi tidak terlalu bagus. Tak berniat untuk mengobrol, kami pun memutuskan untuk pulang.
“Ya sudah, aku pulang duluan ya,” kata Haru.
“Ya, aku juga mau pulang,” jawab Hiro. “Sampai nanti.”
Melihat bus dengan jurusan melewati rumahku, aku pun memutuskan untuk pulang juga, meninggalkan Rin yang sedang menanti bus lain.
Dah!” sahut aku sambil melambaikan tangan.
Dah!” jawab Rin. Ia melambaikan tangan dan tersenyum kecil selagi melihat bus yang kunaiki menjauh.
Di dalam bus, aku mengeluarkan headset-ku dengan niat untuk mendengarkan lagu. Setidaknya hal itu bisa memperbaiki mood-ku yang kacau. Aku pun melihat ke luar sambil mendengarkan lagu. Awan abu-abu yang melayang di langit seakan mencoba untuk mengejek penampilanku tadi.
---
“Sousuke! Hiro!” sahut Haru.
            Haru muncul dari balik pintu kelas dengan wajah bersemangat, seakan-akan ia baru menemukan kucing berkepala dua dan ingin memperlihatkannya pada semua orang. Ia pun langsung menyeret aku dan Hiro ke lantai bawah, menuju papan pengumuman.
“Lihat!” kata Haru. “Ini hasil audisi band waktu itu.”
“Wah, akhirnya dipajang juga,” kata Hiro.
            Ternyata wajar kalau Haru terlihat sangat bersemangat. Kita sudah menunggu ini selama tiga hari, waktu yang cukup lama bagi secarik kertas pengumuman ini untuk dipajang.
“Coba lihat di bagian paling bawah,” kata Haru.
            Aku dan Hiro mencoba memfokuskan pandangan kami ke  bagian bawah kertas itu. Di bawah sana hanya ada tulisan…
9. Sakura Leaf
            Reaksi kami pasti sudah bisa ditebak. Kami mengeluarkan ekspresi yang sama seperti Haru. Namun, aku merasa ada yang kurang. Setelah berpikir beberapa saat, barulah aku ingat.
“Eh, ngomong-ngomong Rin mana?” kata aku.
“Sepertinya ia belum datang,” jawab Haru. “Bagaimana kalau kita telepon dia?”
OK,” jawabku sambil mengeluarkan handphone dari saku.
Aku pun menekan nomor Rin. Setelah beberapa lama, akhirnya dia mengangkat teleponnya.
“Halo Rin? Kau di mana?” kataku. “Kita lolos audisi lho!”
“Halo, (uhuk uhuk) Sou-kun?” jawab Rin. Ia terdengar sedikit batuk.
“Rin? Kau kenapa?” tanyaku.
“Aku demam,” jawab Rin dengan suara serak. “Sepertinya karena waktu itu (uhuk uhuk) aku kehujanan.
Tiba-tiba, Haru langsung menyambar hanphone-ku
“Kau gak apa-apa kan?” tanya Haru.
Haru?” Rin terdengar sedikit bingung. Ia pasti bingung kenapa tiba-tiba suaraku berubah jadi suara Haru.
Gak apa-apa kok. Aku cuma demam biasa,” jawab Rin. “Kalian latihan saja tanpaku. Aku akan berusaha untuk datang nanti saat pentas”.
“Tapi…tapi…” sebelum Haru sempat membalasnya, Rin sudah duluan menutup teleponnya.
“Lalu apa yang akan kita lakukan sekarang?” tanyaku.
“Kita berlatih,” jawab Hiro. “Kita berlatih saja seperti yang dikatakan olehnya. Kau tak ingin mengecewakannya bila nanti ia datang dan kita gagal kan?”
Nggak sih,” jawabku ragu.
“Kalau begitu ayo!” balas Hiro. “Kita masih punya waktu empat  hari lagi sebelum pentas kelulusan nanti minggu.
            Kata-kata Hiro membangkitkan kembali semangat kami semua. Meski begitu, di dalam diriku masih terdapat sedikit keraguan akan bagaimana jadinya band ini nanti. Namun, aku tak bisa membiarkan keraguan itu menghentikannku. Aku harus bisa mengalahkan keraguan ini.
---
            Akhirnya tiba juga hari ini. Hari yang kita tunggu-tunggu selama sebulan terakhir. Hari itu adalah hari kelulusan, di mana aku bersama Hiro, Haru, dan Rin akan tampil di pentas kelulusan. Namun, hingga sekarang masih ada beberapa masalah yang membayang-bayangi kita.
“Di mana Rin?” tanya Haru. “Jangan bilang dia masih demam.
“Tenanglah Haru,” kata Hiro. “Dia akan datang.
            “Tapi…tapi kan, dua jam lagi kita tampil,”jawab Haru.
            Melihat Haru seperti itu. Aku bisa merasakan kepercayaan diriku turun lagi. Namun, keyakinan untuk terus melanjutkan terlihat di mata Hiro. Hal tersebut membuat aku tak ingin melihat hasil kerja keras kita dalam sebulan ini terbuang percuma. Aku pun mulai membangkitkan lagi rasa percaya diriku.
            “Ayo Haru,” kataku. “Lebih baik kita latihan saja. Kita tak boleh mengecewakan dia nanti.
            “Baiklah kalau begitu,” Haru mulai meyakinkan dirinya. “Ayo latihan!”
            Kami pun menghabiskan waktu yang tersisa untuk berlatih sebanyak mungkin. Tanpa terasa, sekarang hanya tinggal 15 menit lagi sebelum kita tampil. Bahkan dengan sisa waktu 15 menit, kami masih terus berlatih di belakang panggung, walau dengansedikit rasa ragu di hati. Namun, tiba-tiba seseorang megejutkan kami dari belakang.
“Haiiiii!”
            Suara tak asing memanggil kita dari belakang. Kami pun menoleh ke belakang dan melihat sesosok perempuan pendek yang berjalan ke arah kita sambil melambai.
            “Riiiiiiin!” teriak kami semua.
            Iya, itu Rin. Ia datang ke sini sambil memakai sebuah jaket untuk menghangatkan tubuhnya. Tak satu pun dari kami menyangka bahwa Rin akan datang setelat ini. Maksudku, hanya ada 15 menit lagi sebelum kita tampil dan ia memutuskan untuk datang pada saat itu. Namun, kedatangannya membangkitkan semangat kita semua.
            Band yang tampil sebelum kita baru saja menyelesaikan penampilannya. Kita semua bergegas menuju panggung, termasuk Rin yang baru saja datang. Dari belakang, terdengar suara MC yang berusaha menunda waktu untuk persiapan kami. Rin langsung bergegas ke piano, Hiro ke gitar listrik, sedangkan aku dan Haru mengambil mic masing-masing.
            “Baiklah, sekarang untuk penampilan band yang terakhir…” MC mulai membwakan penampilan kita.
            Tirai pun sudah mulai terbuka. Sekarang kami sudah di atas sini, di depan hadapan orang-orang. Walaupun kita ingin, kita tak bisa mundur sekarang dan membiarkan hasil latihan selama satu bulan terbuang sia-sia. Sekarang kita bersama di atas panggung dengan satu nama, yaitu…
            “…Sakura Leaf!”
            Tirai sudah terbuka, aku pun menyingkirkan segala rasa malu dan mulai bernyanyi.

Let It Out – Miho Fukuhara

Let it all out, Let it all out
Tsuyogaranakute iin da ne
Dareka ga kaitetta kabe no rakugaki no hana ga yureru

Jibunrashisa nante dare mo wakaranai yo
Nagai nagai michi no tochuu de nakushitari hirottari
Kyuu ni samishiku natte naichau hi mo aru kedo

Namida mo itami mo hoshi ni kaeyou
Ashita wo terasu akari wo tomosou
Chiisaku mayotte mo futari de tsukurou
Hoshikuzu wo tsuyoku hikaru eien wo sagasou

Let it all out, Let it all out
Tarinai koto darake da yo ne
Tarinakute iin da ne dakara kimi to deaetan da

"Tashika" ga nan na no ka sore ga shiritakute
Chiisana NAIFU wo kutsushita ni kakushiteta
Tsuyogatte tsuita uso no hou ga zutto itakatta

Hontou wa kowai yo dakedo ikiteku
Egao no kimi wo kaze ga nadeteku
Chiisana te kazashite futari de tsukurou
Hoshikuzu wo tsuyoku hikaru eien wo sagasou

Tadashii koto ga machigattetara dousureba ii?
Kanashii koto ga tadashikattara ukeireru dake?
Nakushita to omotteta demo kimi ga shitteta
Kimi ga ite hontou ni yokatta

Namida mo itami mo hoshi ni kaeyou
Ashita wo terasu akari wo tomosou
Chiisana te kazashite futari de tsukurou
Hoshikuzu wo tsuyoku hikaru eien wo...

Sayonara itsuka wa kuru kamo shirenai
Kisetsu wa soredemo meguri megutteku
Chiisaku mayottemo aruiteku
Kimi to aruiteku sore dake wa kawaranaideiyou ne




SF

Leave a Reply

Subscribe to Posts | Subscribe to Comments

Welcome to My Blog

About Me

Foto saya
Just a lonely high school boy who likes anime and manga.

Quotes

"I was prepared but ... It still hurts."
-Shintani Hinata
"I am not alone. I can hear them... I can hear everyone's voices... I can sense everyone's feelings... I am not alone... everyone's feelings... they support me... they are what give me the will to stand and fight!"
-Natsu Dragneel

Followers

Diberdayakan oleh Blogger.

- Copyright © 2013 Ao No Kaze -Robotic Notes- Powered by Blogger - Designed by Johanes Djogan -